Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Itulah pendapat seorang filusuf Yunani.
Sementara Ibnu Khaldum berpendapat bahwa hidup bermasyarakat adalah kewajiban setiap insan.
Sebagai makhluk sosial, maka manusia saling membutuhkan dalam setiap perjalanan hidupnya. Hidup
seseorang tak dapat dipisahkan oleh keberadaan manusia lain.
Oleh karena itu di dalam kehidupan ini
tentunya penuh dinamika. Kesenjangan sosial sudah pasti terjadi. Kaya- miskin,
hidup menderita, anak yatim, dan
sebagainya adalah fenomena- fenomena yang pasti ada di tengah- tengah kita. Inilah
sunnatullah. Dan fenomena seperti inilah yang membutuhkan kesadaran dan
senantiasa mengetuk hati dan jiwa kita sebagai makhluk sosial. Jangan sampai
hal- hal seperti ini membuat kita menutup mata. Sebab akan menyalahi fitrah
kita dan menggiring kita ke tempat yang serendah- rendahnya.
Al qur’an sudah memberi tahu ummatnya tentang
hal ini. Dalam surah al Maa’un Allah menegaskan bahwa orang- orang yang
menghardik anak yatim dan tidak mau memberi makan orang miskin adalah masuk
dalam golongan orang yang mendustakan agama atau mendustakan hari pembalasan. Ibnu Katsir menjelaskan, orang yang mendustakan agama dan
mendustakan hari pembalasan itu adalah orang yang berlaku sewenang-wenang
terhadap anak yatim, menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak
memperlakukannya dengan perlakuan yang baik. Kalaupun tidak memberi makan
paling tidak dia menganjurkan untuk menyantuni anak yatim dan menganjurkan
untuk memberi makan orang miskin.
Berdasarkan hal di atas, maka kaum muslim harus berjiwa
sosial dan senantiasa menyantuni anak- anak yatim dan memberi makan mereka yang
membutuhkan. ===+++===
0 comments:
Post a Comment