Salam Rimba!!!
Berjalan
dengan semangat, menelusuri lembah dan lereng- lereng, lalu mendaki. Sampailah
di puncak. Para ksatria mempersiapkan diri untuk menaklukkan sebuah tebing. Dan
para penjelajah menelusuri hutan yang penuh tantangan.
Di
atas, adalah sebagian kegiatan dari para pencinta alam. Kegiatan ini tidak
asing lagi terdengar dikalangan para kaum muda yang mencari arti hidup, menempa
diri, dan menyaksikan alam ciptaan Tuhan dari jarak dekat. Kegiatan demi
kegiatan ini sungguh mengasyikkan, walaupun kegiatan tersebut beresiko apalagi
di alam yang ekstrim dan cuaca yang ekstrim pula. Akan tetapi justru suasana
yang seperti inilah yang dicari oleh para petulang. Para pendaki tidak akan
mencari jalan mulus beraspal atau menghindari medan terjal untuk sampai di
puncak. Para petualang sejati tidak akan menunggu hujan reda untuk memulai
petualangannya. Sebaliknya para petualang mencari suasana- suasana yang
menantang. Mungkin banyak orang yang memandang kondisi seperti ini adalah
sesuatu yang sia- sia. Akan tetapi tahukah mereka bahwa semuanya ini adalah
bentuk penempaan diri?
Sebelum
memulai pendakian, para pendaki ini memantapkan niat. Dan ketika niat sudah
mantap, maka akan sampai di puncak yang akan dituju. Niat itu menguatkan. Hal
seperti ini akan nampak pada merek dalam kehidupan sehari- hari. Nilai-
nilainya mereka implementasikan. Maksudnya adalah, orang- orang seperti ini
sudah terbiasa. Sepengetahuan penulis, katakanlah dalam mencari pekerjaan, para
‘alumni’ petualang tidak mudah berputus asa dalam berusaha untuk menggapainya.
Mereka tabah, sabar, dan tidak berputus asa dalam berusaha walaupun tantangan
demi tantangan bahkan mungkin cemoohan setiap saat menghampirinya. Karena
mentalitas mereka sudah terbentuk di alam yang terbuka. Mereka sudah tahan
banting dan berani mengambil resiko. Dalam potongan bait ‘Sajak Rimba’
dikatakan: gunung adalah kehidupan,
puncaknya adalah cita- cita, lerengnya adalah usaha. Maksudnya adalah kita
mengumpamakan puncak gunung itu sebuah cita- cita yang masing- masing orang
pasti memilikinya dan lereng- lereng gunung kita umpamakan sebagai sebuah usaha
untuk menggapai cita- cita itu. Untuk menggapai cita- cita itu dibutuhkan jiwa
yang besar dan semangat yang besar pula. Tentunya jiwa dan semangat yang besar
haruslah ditempa di tempat penempaan.
Para
pencinta alam yang ketika melaksanakan kegiatannya, entah itu pendakian, panjat
tebing, dan lain- lain, mereka bisa saja kehabisan bekal. Dari kondisi ini
mereka belajar untuk mandiri dan peduli terhadap sesama. Dewa 19 dalam lagunya ‘Mahameru’
menggambarkan suasana seperti ini dapat mengasa pribadi dan mengukir cita. Itulah
sebabnya kader- kader pencinta alam tidak memiliki sifat egois, karena mereka
sudah terdidik untuk peduli.
Kegiatan
demi kegiatan dalam dunia ke- pencinta alam- an adalah pendidikan pembentukan
karakter dan penempaan diri untuk menjadi manusia yang berjiwa besar. Walaupun
ini bukanlah satu- satunya tempat bagi kita untuk menempa diri. Tapi alam
adalah guru. Sebuah organisasi pencinta alam di salah satu Perguruan Tinggi
mengambil motto “satu untuk alam, alam
untuk semua, dari alam kita menempa ketabahan”. Marilah kita melihat
sejarah. Nabi Muhammad SAW adalah panutan. Sebelum beliau diangkat menjadi nabi
dan Rasul, beliau menggembala kambing di tengah- tengah padang pasir yang
sangat ekstrim untuk ukuran anak saat itu. Dan ini adalah proses dan pelatihan.
Berkat pelatihan semacam inilah sehingga beliau tumbuh menjadi pribadi yang
tabah, sabar, dan tekun serta berjiwa besar.
Demikian
tulisan kami ini.
(penulis
adalah Pembina Organisasi Siswa Pencinta Alam)
*Bertualanglah!
Karena dengan bertualang kau akan tau’ siapa dirimu!
*Mendakilah!
Dan di atas puncak itu kau tafakur dan menyadari betapa kecilnya dirimu di
hadapan- Nya.
*Janganlah
berpikir indahnya sampai di puncak, tapi saksikanlah proses menuju puncak itu!
Inilah
kita:
KSATRIA-
KSATRIA RIMBA
Tapi
ingat!
Hanya
kepada Tuhanlah kita semua akan kembali
Salam Rimba!!!!!