Perang Badr terjadi pada bulan Ramadhan setelah
Hijah. Kaum kafir Quraisy di pimpin Abu Jahal bin Hisham. Perang ini dipicu
oleh sekelompok kaum Muslim mencegat kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu
Sofyan yang dalam perjalanan pulang dari Syam. Maksud pencegatan itu adalah
kaum Muslim ingin menuntut harta benda mereka yang disita orang- orang Quraisy
di Mekkah sewaktu terjadi hijrah. Berita pencegatan kafilah dagang ini sampai
ke telinga pemimpin- pemimpin Quraisy. Abu Jahal yang memang punya ambisi untuk
melenyapkan Rasulullah beserta pengikutnya langsung merespon dengan mengirimkan
seribu kekuatan untuk menyelamatkan kafilah sekaligus menghabisi kaum Muslim.
Sebelum pasukan Quraisy sampai, kafilah dagang Quraisy berhasil meloloskan
diri. Namun Abu Jahal tetap meneruskan perjalanannya untuk menghadapi pasukan
Muslim dalam sebuah arena peperangan. Pasukan Muslim hanya berjumlah kurang
lebih 319 orang dipimpin langsung Rasulullah. Perang pun terjadi di lembah
Badr. Sejumlah tokoh- tokoh penting Quraisy tewas dalam perang itu, termasuk
Abu Jahal. Perang akhirnya dapat dimenangkan oleh pasukan muslim yang hanya
berjumlah kurang lebih 319 orang itu.
*****
Pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini
adalah bahwa jumlah (kwantitas) bukanlah sebuah jaminan untuk sukses. Akan
tetapi kwalitaslah yang menjadi jaminan tercapainya sebuah tujuan ataupun
perjuangan. Dalam hal ini bukan yang kami maksud adalah perang, akan tetapi
dalam setiap sektor kehidupan. Di zaman seperti sekarang ini, banyak kelompok
yang bangga dengan banyaknya jumlah mereka, namun itu bukanlah jaminan. Dalam
peristiwa Badr di atas, kelompok minoritas yang mampu mengungguli kelompok
mayoritas adalah dengan adanya niat dan kesabaran. Maka dalam urusan kita di
zaman sekarang ini hendaknya disertai dengan niat dan kesabaran. Dengan kata
lain bahwa, kelompok minoritas mampu mengungguli kelompok mayoritas jika
kelompok minoritas tersebut memiliki kesabaran dan niat yan baik.