Ada ungkapan yang mengatakan di balik kebesaran dan kesuksesan seorang pria atau suami, ada perempuan berjiwa besar di sampingnya. Ini
bukanlah ungkapan keliru dan bukan pula penyemangat bagi para perempuan dalam
mendampingi suaminya. Posisi perempuan (istri) di samping suaminya bukan hanya
sekedar memberikan pelayanan secara maksimal sebagaimana peran istri, akan
tetapi dia menjadi partner suami dalam menggerakkan bahtera rumah tangga yang
mereka jalani. Mungkin cita- cita perempuan yang mereka anggap istimewa adalah
menjadi ibu bagi anak- anaknya, mengasuhnya, dan membesarkannya. Akan tetapi
lebih dari itu sejumlah peradaban menjadi besar yang dibangun oleh orang- orang
besar yang tak lepas dari peranan perempuan.
Dalam sejarah Islam, dimasa
jahiliyah sering kita menjumpai kisah- kisah sejarah. Bahwa seorang bapak yang
mengetahui istrinya melahirkan bayi perempuan maka dia sangat malu dan akhirnya
bayi- bayi itu di kubur hidup- hidup. Dan masih banyak lagi kisah- kisah yang
kita dengar yang seperti itu. Menurut hemat kami, barangkali ini terlalu
dilebih- lebihkan. Memang perempuan pada
saat itu kurang mendapat tempat karena yang paling kuat adalah kaum lelaki. Sehingga
tokoh- tokoh Quraisy yang memiliki anak laki- laki dalam jumlah banyak tampak merasa bangga. Sebut saja tokoh Quraisy
seperti Walid bin Mughirah yang memiliki banyak anak laki- laki tampak menjadi
sombong sehingga Allah menurunkan ayat al Qur’an yang membicarakan tentang
perilakunya. Hal ini membuktikan bahwa perempuan pada saat itu lemah dan kurang
mendapat tempat. Lalu Islam mengangkat derajatnya dengan menjadikan perempuan
sebagai orang pertama menerima al Qur’an. Dan orang yang mati syahid pertama
adalah seorang budak perempuan, Sumayyah.
Dalam sejarah peradaban ummat
manusia kita bisa melihat peranan kaum perempuan yang berjiwa besar yang turut
andil di dalam menentukan sejarah. Kita bisa melihat bagaimana kebesaran hati
dan perjuangan seorang Sitti Hajar (ibunda Ismail, AS) ketika beliau berada di
lembah Makkah yang pada saat itu belum ada kehidupan di sana. Tapi beliau tetap
tabah membesarkan Ismail. Lalu betapa besar kesetiaan Sitti Khadijh RA dalam
menemani dan mendampingi Rasulullah SAW sampai akhir hayatnya, sehingga setelah beliau meninggal, gangguan demi gangguan dari orang- orang Quraisy dialami
Rasulullah. Dan tahun meninggalnya Sitti Khadijah RA dikenal dengan tahun
kesedihan. Nabi bersabda: Allah membangunkan sebuah rumah di syurga. Dua perempuan
ini harus menjadi panutan bagi para muslimah diseluruh dunia. Kita juga bisa
melihat betapa besar keberanian Safiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah
dari garis keluarga ayahnya. Beliau tidak gentar berhadapan dengan tentara-
tentara Quraisy dan menjadi perempuan perisai Rasulullah dalam perang Uhud.
Dalam sejarah Indonesia sejumlah
tokoh perempuan ikut berjuang baik pada masa penjajahan maupun pada masa
sekarang. Sebut saja Cut Nyak Dhin, Cut Meutiah, Laksamana Malahayati,
srikandi- srikandi dari Ace ini berjuang melawan Belanda. Sehingga mereka pun
dikukuhkan sebagai pahlawan nasional. Dari Jawa ada Nyi Ageng Serang, Dewi
Sartika, dan lain- lain. Dari wilayah timur Indonesia, muncul pahlawan-
pahlawan perempuan seperti Tenriabeng, Martha Christina Tiahahu, dan lain- lain.
Mereka ini adalah perempuan- perempuan yang memainkan peran untuk Negara. Dan pada
masa pergerakan kemerdekaan, Fatmawati, istri pertama presiden Soekarno, ibu Negara
pertama, setia mendampingi Bung Karno dalam menyiapkan keperluan- keperluan
untuk Indonesia merdeka.
Dan dimasa sekarang pun peranan
kaum perempuan tetap nampak. Mereka memperjuangkan nasib masyarakt kelas bawah,
baik melalui organisasi, maupun perorangan. Yang paling terkenal di kalangan
para aktifis adalah Marsina. Beliau ini adalah seorang aktifis perempuan yang
memperjuangkan nasib kaum buruh disebuah perusahaan. Lalu ada nama Mira
Sumiati, presiden Aspek Indonesia juga memperjuangkan nasib kaum buruh. Beliau mengiginkan
tenaga kerja lokal lebih diperhatikan.
Demikian tulisan kami semoga
bermamfaat.