Just another free Blogger theme

Saturday, April 21, 2018

Mungkin banyak orang yang bertanya ataupun meledek, “apa sich gunanya mendaki gunung. Emangnya nggak ada pekerjaan lain”. “daripada bertualang ke hutan, kan lebih enak ke mall”. “ahh bertualang, tinggal di tenda- tenda, kehujanan, kedinginan, mending tinggal di rumah aja tidur di kasur empuk”. Mungkin ledekan- ledekan seperti ini sering terdengar oleh para ‘pendekar’ petualang ataupun pendaki. Tapi biarlah.
Memang, manusia terdiri atas berbagai tipe. Ada yang hobby ke mall- mall, ke pantai, atau ke tempat- tempat hiburan. Adapula manusia yang suka bertualang, mendaki, dan lain- lain. Manusia tipe seperti ini di kelompokkan sebagai manusia pekerja dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Karena dengan mendaki gunung ataupun bertualang banyak pelajaran yang akan diperoleh.  Mendaki gunung sebenarnya adalah menaklukkan ego, melawan keangkuhan diri. Selama ini kita merasa hebat, bernyali besar, akan tetapi ketika kita melakukan pendakian, diri kita hanya seperti kawanan semut yang hanya mampu merayap diantara rimbunan pepohonan. Berarti tidak ada yang perlu disombongkan. Kita hanyalah manusia biasa yang tidak berdaya melawan alam apalagi melawan pencipta- Nya. Disanalah nyali kita teruji.
Mungkin selama ini di hati kita ada penyakit yang suka mementingkan diri sendiri atau egois, tetapi di tengah- tengah rimba sifat itu akan terbuang. Bayangkan! Ketika para pendaki sudah ada di tengah- tengah hutan rimba, tinggal di tenda- tenda, maka kondisi inilah yang mendidiknya untuk menghilangkan sifat egois yang selama ini bersarang di hatinya. Mendaki gunung dan bertualang mendidik dan melatih kita untuk peduli terhadap sesama. Bayangkan lagi! Ketika para pendaki sudah berjalan menyusuri lereng- lereng untuk sampai di puncak, ada teman yang kesusahan, maka segera di berikan pertolongan.
Mendaki gunung ataupun kegiatan petualangan lainnya mendidik kita untuk mandiri. Selama ini di rumah kita, mungkin kita tergantung kepada orang tua, tetapi di alam semuanya akan kita jalani sesuai dengan kondisi. Karena di alam tidak ada yang bisa kita lakukan sebagaimana saudara- saudara kita yang suka ke mall- mall. Tetapi semuanya ini akan membuat kita berpikir bagaimana seharusnya hidup dalam kekurangan.
Mendaki gunung dan bertualang akan membuat kita saling mengenal diantara sesama. Dalam situasi yang sedang dihadapi seperti lelah, haus, lapar, kedinginan, tersesat, dan lain- lain. Maka disitulah akan muncul karakter- karakter yang sebenarnya. Namun karakter- karakter negative akan hilang karena seiring dengan situasi dan kondisi yang dialami bersama.
Mendaki gunung akan membuat kita mengenal siapa pencipta gunung dan alam yang maha luas ini. Di atas puncak kita bertafakur dan memandang kesekeliling kita lalu kita sadar. Dan dari kesadaran itu akan muncul sifat rendah hati karena sebenarnya kita ini kecil di hadapan- Nya.


Monday, April 16, 2018

Salam Rimba!!!
Berjalan dengan semangat, menelusuri lembah dan lereng- lereng, lalu mendaki. Sampailah di puncak. Para ksatria mempersiapkan diri untuk menaklukkan sebuah tebing. Dan para penjelajah menelusuri hutan yang penuh tantangan.
Di atas, adalah sebagian kegiatan dari para pencinta alam. Kegiatan ini tidak asing lagi terdengar dikalangan para kaum muda yang mencari arti hidup, menempa diri, dan menyaksikan alam ciptaan Tuhan dari jarak dekat. Kegiatan demi kegiatan ini sungguh mengasyikkan, walaupun kegiatan tersebut beresiko apalagi di alam yang ekstrim dan cuaca yang ekstrim pula. Akan tetapi justru suasana yang seperti inilah yang dicari oleh para petulang. Para pendaki tidak akan mencari jalan mulus beraspal atau menghindari medan terjal untuk sampai di puncak. Para petualang sejati tidak akan menunggu hujan reda untuk memulai petualangannya. Sebaliknya para petualang mencari suasana- suasana yang menantang. Mungkin banyak orang yang memandang kondisi seperti ini adalah sesuatu yang sia- sia. Akan tetapi tahukah mereka bahwa semuanya ini adalah bentuk penempaan diri?
Sebelum memulai pendakian, para pendaki ini memantapkan niat. Dan ketika niat sudah mantap, maka akan sampai di puncak yang akan dituju. Niat itu menguatkan. Hal seperti ini akan nampak pada merek dalam kehidupan sehari- hari. Nilai- nilainya mereka implementasikan. Maksudnya adalah, orang- orang seperti ini sudah terbiasa. Sepengetahuan penulis, katakanlah dalam mencari pekerjaan, para ‘alumni’ petualang tidak mudah berputus asa dalam berusaha untuk menggapainya. Mereka tabah, sabar, dan tidak berputus asa dalam berusaha walaupun tantangan demi tantangan bahkan mungkin cemoohan setiap saat menghampirinya. Karena mentalitas mereka sudah terbentuk di alam yang terbuka. Mereka sudah tahan banting dan berani mengambil resiko. Dalam potongan bait ‘Sajak Rimba’ dikatakan: gunung adalah kehidupan, puncaknya adalah cita- cita, lerengnya adalah usaha. Maksudnya adalah kita mengumpamakan puncak gunung itu sebuah cita- cita yang masing- masing orang pasti memilikinya dan lereng- lereng gunung kita umpamakan sebagai sebuah usaha untuk menggapai cita- cita itu. Untuk menggapai cita- cita itu dibutuhkan jiwa yang besar dan semangat yang besar pula. Tentunya jiwa dan semangat yang besar haruslah ditempa di tempat penempaan.
Para pencinta alam yang ketika melaksanakan kegiatannya, entah itu pendakian, panjat tebing, dan lain- lain, mereka bisa saja kehabisan bekal. Dari kondisi ini mereka belajar untuk mandiri dan peduli terhadap sesama. Dewa 19 dalam lagunya ‘Mahameru’ menggambarkan suasana seperti ini dapat mengasa pribadi dan mengukir cita. Itulah sebabnya kader- kader pencinta alam tidak memiliki sifat egois, karena mereka sudah terdidik untuk peduli.
Kegiatan demi kegiatan dalam dunia ke- pencinta alam- an adalah pendidikan pembentukan karakter dan penempaan diri untuk menjadi manusia yang berjiwa besar. Walaupun ini bukanlah satu- satunya tempat bagi kita untuk menempa diri. Tapi alam adalah guru. Sebuah organisasi pencinta alam di salah satu Perguruan Tinggi mengambil motto “satu untuk alam, alam untuk semua, dari alam kita menempa ketabahan”. Marilah kita melihat sejarah. Nabi Muhammad SAW adalah panutan. Sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan Rasul, beliau menggembala kambing di tengah- tengah padang pasir yang sangat ekstrim untuk ukuran anak saat itu. Dan ini adalah proses dan pelatihan. Berkat pelatihan semacam inilah sehingga beliau tumbuh menjadi pribadi yang tabah, sabar, dan tekun serta berjiwa besar.
Demikian tulisan kami ini. 
(penulis adalah Pembina Organisasi Siswa Pencinta Alam)
*Bertualanglah! Karena dengan bertualang kau akan tau’ siapa dirimu!
*Mendakilah! Dan di atas puncak itu kau tafakur dan menyadari betapa kecilnya dirimu di hadapan- Nya.
*Janganlah berpikir indahnya sampai di puncak, tapi saksikanlah proses menuju puncak itu!
Inilah kita:
KSATRIA- KSATRIA RIMBA
Tapi ingat!
Hanya kepada Tuhanlah kita semua akan kembali

Salam Rimba!!!!!